Kamis, 06 Oktober 2011

Setia Selamanya

Saat bersandar pada senja, kutebarkan jala kasihku ke lautan matamu

Tak selamanya senja itu indah, secara visual mungkin banyak orang menyukai, bayangkan awan berarak berkejaran pelan, langit berwarna jingga, daun gugur tertiup sepoi angin, dan matahari pelan-pelan turun diiringi kepak sayap burung-burung kembali ke sarang. Perubahan terjadi. Dan kita menyukai perubahan dan mencintai kenangan. Pada senja yang tak selamanya indah itu, secara diam-diam dalam ingatan, dalam relung palung terjauh degup jantung, ada kenangan yang terkunci rapat dan rapi. Mungkin tentang kamu. Barangkali ada baiknya tak mencintai kenangan. Perubahan memang belum tentu menjadikan sesuatu lebih baik, tapi tanpa perubahan tidak akan ada kemajuan. Sedangkan kenangan adalah pintu masa depan.

Aku ingin menjadi sesuatu untukmu; seakan kau selalu ada, dan kau dengar aku dari jauh, dan suaraku akan menyentuhmu.

Ada yang datang ada yang pergi, ada yang hilang ada yang berganti, seperti angin pada senja bulan ini yang menyamarkan keadaan paling sebenarnya, keadaan yang tak harus terungkap atau terjadi, yang memberikan perubahan karakter bersamaan tiupan angin pelan, namun pasti, yang mampu merubah jiwa-jiwa terbang laju seperti anak panah yang tak akan kembali bila terlepas dari busur. Ah, kita sendiri yang melukis malam, kita sendiri yang menuliskan perumpamaan,

Karena engkau adalah senja yang sabar, maka mataku kumataharikan, memejam pasti dan amat perlahan

Senja sudah pasti datang, dan saat-saat kita menyambutnya, telah terlewati sebuah pagi yang berembun, siang yang meranggas, kejadian-kejadian yang seperti sekilas namun sudah pasti meninggalkan bekas, seperti senja yang ditunggu, seolah ingin menyampaikan bahwa kita tetap akan bersatu. Selalu…


 
.....